Saudaraku sekalian, kali ini kita akan membahas tentang umur sebuah
bangsa atau negara. Fokus yang akan di telusuri adalah mengenai lamanya
peradaban sebuah bangsa/negara itu berlangsung dan penyebabnya. Dan pada
pembahasan kita saat ini adalah Indonesia, tempat dimana kita tinggal
dan masuk dalam ketatanegaraannya.
Ketahuilah, bahwa sebuah pemerintahan akan terus mengalami transisi
dalam berbagai fase dan keadaan yang berbeda. Dalam kurun waktu
tertentu, maka akan ada perbedaan mencolok yang terjadi di dalam sebuah
negara. Dan tidak sedikit pula perubahan yang akan menandakan
berakhirnya masa pemerintahan yang ada, menuju kehancuran secara
tiba-tiba atau pun sistematis.
Tanda-tanda akan hancurnya sebuah
pemerintahan yang berdaulat adalah para penyelenggaran negara tersebut
telah memiliki gaya hidup tertentu yang jauh dari nilai agama dan
kesederhanaan, alias gemar berlaku bodoh, tamak, maksiat, boros dan
menjauh dari nilai kebenaran. Memang setiap fase yang terjadi di dalam
perjalanan kehidupan sebuah negara akan berbeda, tergantung kondisi yang
mempengaruhinya secara naluriah. Namun semakin ke ujung – karena
biasanya berkisar lima fase saja – maka akan semakin memperlihatkan
tanda-tanda datangnya kehancuran.
Fase yang terjadi bagi perjalanan sebuah bangsa/negara terutama
Indonesia akan berkisar tidak lebih dari lima fase saja (bila Allah SWT
mengizinkan). Ini di mulai sejak masa kemerdekaan hingga akan berakhir
pada masa kehancurannya nanti. Dan untuk lebih memperjelasnya agar Anda
sekalian bisa merenungkannya, berikut ini diberikan penjelasan tentang
kelima fase tersebut. Di antaranya:
1. Fase Pertama (generasi terbaik dan pendirian sebuah bangsa/negara)
Pada masa ini, maka fase yang terjadi adalah pemantapan kekuasaan melalui penggulingan dan penguasaan terhadap sebuah wilayah dengan cara merebut kekuasaan dari tangan penguasa sebelumnya. Hal ini telah terjadi pada bangsa Indonesia yang telah berhasil merebut kekuasaan dari tangan penjajah kolonial Belanda (VOC) dan Jepang. Sehingga fase ini telah menjadi fase pertama bagi negara Indonesia, karena jelas sekali telah di lewati terutama sejak proklamasi kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945.
Pada masa ini, maka fase yang terjadi adalah pemantapan kekuasaan melalui penggulingan dan penguasaan terhadap sebuah wilayah dengan cara merebut kekuasaan dari tangan penguasa sebelumnya. Hal ini telah terjadi pada bangsa Indonesia yang telah berhasil merebut kekuasaan dari tangan penjajah kolonial Belanda (VOC) dan Jepang. Sehingga fase ini telah menjadi fase pertama bagi negara Indonesia, karena jelas sekali telah di lewati terutama sejak proklamasi kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945.
Di dalam fase ini terdapat keteladanan bagi sebuah bangsa, baik dalam
mencapai kejayaan, kepahlawanan, pengorbanan, fanatisme kebangsaan, dan
keinginan yang hendak dicapai seluruh komponen bangsa. Disini terdapat
pula kebersamaan dan persatuan yang kuat dari setiap lini masyarakat
yang ada. Sehingga secara bersama-sama, cita-cita yang ada bisa
terwujudkan, yaitu merebut kekuasaan dan mendirikan sebuah negara atau
lepas dari jerat penjajahan.
2. Fase Kedua (melanggengkan kekuasaan)
Fase ini adalah kelanjutan cita-cita dari fase pertama. Awalnya mereka masih meneruskan cita-cita dari generasi fase pertama (para pendiri bangsa), namun seiring waktu terjadi pergeseran makna dalam kepemimpinan. Sebelumnya kepemimpinan berarti melindungi dan mensejahterakan rakyat berubah menjadi sikap yang otoriter dan penuh kesewenang-wenangan. Maka pada fase ini terjadilah pengekangan terhadap kebebasan, membukam pemikiran dan pendapat, membatasi peran rakyat dalam urusan pemerintahan dan tersebarnya fitnah.
Fase ini adalah kelanjutan cita-cita dari fase pertama. Awalnya mereka masih meneruskan cita-cita dari generasi fase pertama (para pendiri bangsa), namun seiring waktu terjadi pergeseran makna dalam kepemimpinan. Sebelumnya kepemimpinan berarti melindungi dan mensejahterakan rakyat berubah menjadi sikap yang otoriter dan penuh kesewenang-wenangan. Maka pada fase ini terjadilah pengekangan terhadap kebebasan, membukam pemikiran dan pendapat, membatasi peran rakyat dalam urusan pemerintahan dan tersebarnya fitnah.
Dalam fase ini, maka rezim yang berkuasa terkadang lebih mempercayai
orang-orang atau kekuatan yang berada di luar negaranya, asalkan mereka
tetap loyal kepadanya. Rezim yang berkuasa pun akan terus berusaha
menghalangi dan menutup akses jalan kebangkitan orang-orang yang akan
melakukan perlawanan. Sosok individu atau kelompok yang memiliki potensi
menggoyahkan pemerintahan rezim akan dijauhkan dari pemerintahan,
bahkan di tuduh makar dan di penjarakan tanpa pengadilan yang jujur
alias sepihak. Sehingga konsentrasi pun cukup terfokus pada bagaimana
melanggengkan kekuasaan yang sudah dimiliki. Bahkan meski harus
mengorbankan kepentingan rakyat dan bangsa hingga nyawa sekalipun tidak
menjadi masalah bagi rezim ini. Yang penting mereka tetap bisa berkuasa
dan menikmati hasil dari kekuasaan itu.
Indonesia, tepatnya dimasa Orde Lama dan Orde Baru, pernah mengalami
fase semacam ini. Sehingga dapat disimpulkan bahwa fase kedua dalam
sejarah peradaban bangsa pada umumnya telah di alami oleh bangsa ini.
3. Fase ketiga (masa transisi)
Pada fase ini, maka banyak terjadi pergolakan di dalam sebuah bangsa/negara. Ini terjadi karena telah sekian lama terjadi ketidakadilan dan tindakan yang otoriter oleh para penguasanya. Untuk itu, rakyat yang telah jenuh – melalui tokoh-tokoh yang berpengaruh – mulai bangkit dengan kemarahan dan melakukan perlawanan dimana-mana sebagai wujud dari kebebasan yang ingin diraih. Sehingga pada akhirnya, tumbanglah rezim yang sedang berkuasa dengan tangan besi itu.
Pada fase ini, maka banyak terjadi pergolakan di dalam sebuah bangsa/negara. Ini terjadi karena telah sekian lama terjadi ketidakadilan dan tindakan yang otoriter oleh para penguasanya. Untuk itu, rakyat yang telah jenuh – melalui tokoh-tokoh yang berpengaruh – mulai bangkit dengan kemarahan dan melakukan perlawanan dimana-mana sebagai wujud dari kebebasan yang ingin diraih. Sehingga pada akhirnya, tumbanglah rezim yang sedang berkuasa dengan tangan besi itu.
Namun, pada masa-masa transisi ini, maka biasanya mereka yang telah
berontak dan berhasil menggulingkan kekuasaan sebuah rezim tidak
memperhatikan apa saja yang harus dan akan dilakukan setelah berhasil
menggulingkan rezim yang berkuasa. Mereka kurang terencana dalam urusan
setelah berhasilnya perjuangan mereka. Bahkan kebanyakan dari mereka
hanya berpikir tentang bagaimana bisa menghancurkan tirani yang ada
tanpa memikirkan bagaimana memperbaiki kondisi setelahnya, yaitu
menjadikan kehidupan di masyarakat lebih adil dan sejahtera. Sehingga
lambat laun apa yang telah susah payah mereka perjuangkan dengan
keringat, harta dan darah menjadi sia-sia, sedangkan hasil akan menjauh
dari harapan.
Pada saat ini pula, maka akan banyak pengaruh yang masuk ke dalam bangsa
dan hadir pula kekuatan yang hanya ingin mengambil keuntungan. Dengan
cara terbuka atau pun tersembunyi, mereka yang berkepentingan itu akan
melancarkan niat mereka. Dan biasanya akan merubah paradaban dan sosial
masyarakat sebuah bangsa/negara secara perlahan. Yang tentunya tidak
lantas menjadikan itu baik, justru semakin merusak kondisi yang ada.
Bahkan sebuah bangsa akan mulai kehilangan jati diri dan fanatismenya
sendiri, sehingga semakin mudah di “bodohi” oleh kekuatan asing di luar
bangsanya.
Fase ini telah terjadi di Negara Kesatuan Republik Indonesia, tepatnya
sejak pergolakan reformasi 1998, dengan tergulingnya rezim Orde Baru dan
munculnya Orde Reformasi hingga sekarang ini.
4. Fase keempat (stabilitas dan ketenangan)
Fase ini terjadi setelah fase transisi selesai. Meski manfaat dari kekuasaan telah berhasil di peroleh, yang di karenakan pengaruh dari kepentingan tertentu dari kekuatan asing, namun fase ini adalah periode yang akan menentukan kemana arah sebuah bangsa/negara. Di fase ini pula akan terjadi perubahan mendasar sistem ketatanegaraan dan kebiasaan. Meski pada umumnya tidak secara terang-terangan, namun bila dilihat dengan seksama akan terlihat jelas, terlebih jika dibandingkan dengan tujuan awal berdirinya negara. Sehingga hilanglah jiwa kepahlawanan.
Fase ini terjadi setelah fase transisi selesai. Meski manfaat dari kekuasaan telah berhasil di peroleh, yang di karenakan pengaruh dari kepentingan tertentu dari kekuatan asing, namun fase ini adalah periode yang akan menentukan kemana arah sebuah bangsa/negara. Di fase ini pula akan terjadi perubahan mendasar sistem ketatanegaraan dan kebiasaan. Meski pada umumnya tidak secara terang-terangan, namun bila dilihat dengan seksama akan terlihat jelas, terlebih jika dibandingkan dengan tujuan awal berdirinya negara. Sehingga hilanglah jiwa kepahlawanan.
Pada fase ini, kian banyak berdirinya pabrik-pabrik berskala
internasional, di bangun pula gedung-gedung pencakar langit, perkotaan
yang luas dengan segala fasilitas hiburannya, serta di dirikannya
bangunan monumental dimana-mana, sehingga memperjelas bahwa pada fase
ini orang-orang – terutama para elitnya – semakin cinta dunia.
Pada fase ini pula akan terjadi banyak perubahan sudut pandang dan
pemikiran para elit atau penguasa. Dan dikarenakan mereka telah mapan
dalam kehidupannya, di tambah dengan pengaruh asing, maka hidup yang hedonis dan apatis
akan mulai menjangkiti. Sehingga segala yang dikerjakan sedikit demi
sedikit akan berorientasi hanya pada pemuasaan hawa nafsu. Yang
menyebabkan banyak komponen bangsa tidak mengenal siapa diri mereka
sebenarnya sebagai satu kesatuan bangsa. Fanatisme pun kian memudar dan
berganti dengan kekaguman kepada bangsa lain. Sehingga fase ini adalah
fase yang cukup mengkhawatirkan bagi kelangsungan kehidupan sebuah
bangsa/negara, karena telah tiba pada masa yang menentukan
kelanjutannya. Kalau tidak segera di perbaiki, maka bangsa/negara akan
hancur dan hanya akan meninggalkan sejarah.
Fase ini pun telah dan masih terus di alami oleh NKRI, tepatnya setelah
reformasi 1998. Dan bila terus masuk pada fase ini, maka tunggulah bahwa
kehancuran akan terjadi dalam waktu yang ditentukan oleh-Nya.
5. Fase kelima (kehancuran)
Pada fase ini, maka yang terjadi adalah kepuasan, sedangkan fanatisme kebangsaan telah menghilang. Dalam fase ini pun rezim yang berkuasa sudah merasa puas dengan pencapaian mereka. Mereka terus mengikuti pendahulu mereka di fase keempat tanpa berusaha kembali pada tujuan awal berdirinya negara. Pemborosan dan gemar berfoya-foya cenderung menjadi kebiasaan mereka. Mereka terus membenamkan diri dengan pemuasaan hawa nafsu, baik secara tersembunyi maupun terang-terangan. Korupsi, menghambur-hamburkan uang negara, hiburan dan maksiat kian merajalela dimana-mana tanpa tindakan yang tegas dari aparat. Bahkan para “ulama” pun turut menikmati perilaku tercela ini, dan terus bersembunyi di balik baju kemunafikkannya. Sehingga fitnah pun kian banyak di dalam kehidupan bangsa/negara.
Pada fase ini, maka yang terjadi adalah kepuasan, sedangkan fanatisme kebangsaan telah menghilang. Dalam fase ini pun rezim yang berkuasa sudah merasa puas dengan pencapaian mereka. Mereka terus mengikuti pendahulu mereka di fase keempat tanpa berusaha kembali pada tujuan awal berdirinya negara. Pemborosan dan gemar berfoya-foya cenderung menjadi kebiasaan mereka. Mereka terus membenamkan diri dengan pemuasaan hawa nafsu, baik secara tersembunyi maupun terang-terangan. Korupsi, menghambur-hamburkan uang negara, hiburan dan maksiat kian merajalela dimana-mana tanpa tindakan yang tegas dari aparat. Bahkan para “ulama” pun turut menikmati perilaku tercela ini, dan terus bersembunyi di balik baju kemunafikkannya. Sehingga fitnah pun kian banyak di dalam kehidupan bangsa/negara.
Fase ini juga menunjukkan bahwa sebagian besar orang tidak mengetahui
lagi apa yang harus dikerjakan dan apa saja yang mestinya di tinggalkan.
Kebijakan yang dikeluarkan tidak lagi berdasarkan pada pemikiran yang
cerdas dan nilai-nilai luhur agama. Bahkan pembuat kebijakan sendiri
adalah mereka yang sudah jauh dari aqidah agama. Dan tidak sedikit yang
telah menjadi kaki tangan syaitan dalam menyesatkan umat manusia,
melalui organisasi-organisai rahasianya. Sehingga apapun undang-undang
dan aturan yang ada hanya menyenangkan mereka yang cinta dunia dan
senang memenuhi hawa nafsunya, sedangkan bagi yang berpegang teguh pada
aturan Tuhan menjadi tertindas. Baik secara langsung atau pun tidak,
karena rezim yang ada tidak lagi menjadikan kebaikan beragama sebagai
kebiasaan hidup.
Sehingga, seiring berjalannya waktu, maka dukungan terhadap rezim akan
hilang. Sebagian yang mendukung dan lainnya menolak. Ini jelas
memperlemah kekuatan yang dimiliki oleh bangsa yang berdaulat, sedangkan
rezim yang ada akan berada di ujung jurang kehancuran. Nafsu para elit
dan rusaknya akhlak di dalam masyarakat makin memperparah kerusakan
kondisi bangsa/negara dan meruntuhkan kekuatan yang dibangun oleh para
pendahulunya. Dan saat yang tidak mendukung – meskipun lebih sedikit
dari yang mendukung – mulai bersatu dalam satu pemikiran dan pemimpin,
maka akan terjadilah revolusi besar-besaran. Dan tentunya keadaan yang
terjadi bagi sebuah rezim, bangsa dan negara akan hancur berantakan,
bahkan bisa musnah dan berganti dengan yang baru.
“Dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami
perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (supaya
mentaati Allah) tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu,
maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya perkataan (ketentuan Kami),
kemudian Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya” (QS. Al-Israa’ [17] ayat 16)
Inilah fase terakhir sebuah bangsa/negara, dimana akan dan telah terjadi
kehancuran dimana-mana. Kemudian bangsa/negara yang ada sebelumnya akan
berganti dengan yang baru, dengan sistem dan ketatanegaraan yang baru
serta cita-cita yang baru. Dan fase ini adalah fase dimana sekarang
sedang terjadi di Indonesia. Memang belum tampak nyata kehancurannya,
tapi secara perlahan-lahan sedang terjadi. Dan nanti bila tiba waktunya –
atas izin Allah SWT – maka kehancuran pun akan benar-benar terjadi.
Baik dengan cara sistematis atau pun melalui cara-cara yang tidak bisa
diperkirakan (laknatullah). Sehingga atas izin-Nya, maka
hilanglah sebuah bangsa yang bernama Indonesia, lalu berganti dengan
bangsa yang baru, dengan sistem dan peradaban yang baru pula.
“Apakah mereka tidak memperhatikan berapa banyak generasi yang telah
Kami binasakan sebelum mereka, padahal (generasi itu) telah Kami
teguhkan kedudukan mereka di muka bumi, yaitu keteguhan yang belum
pernah Kami berikan kepadamu, dan Kami curahkan hujan yang lebat atas
mereka dan Kami jadikan sungai-sungai mengalir di bawah mereka, kemudian
Kami binasakan mereka karena dosa mereka sendiri, dan Kami ciptakan
sesudah mereka generasi yang lain” (QS. Al-An’aam [6] ayat 6)
*****
Demikianlah pemaparan singkat mengenai fase sebuah bangsa, khususnya
yang telah, sedang dan akan dialami oleh Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Semua yang ada tidak langsung berkaitan dengan nubuat/ramalan
yang telah ada sebelumnya, tetapi lebih kepada mencermati gejala sosial
dan perputaran roda kehidupan bangsa-bangsa di dunia. Diperkuat pula
dengan apa yang pernah dipaparkan oleh seorang ilmuwan sekaligus ulama
Islam di abad ke-14 Masehi, yaitu Ibnu Khaldun dalam Mukaddimah kitab Al-`Ibar karyanya.
Semoga apa yang telah dipaparkan di atas menjadi bahan renungan kita
bersama, tentang apa yang telah, sedang dan akan terjadi bagi keutuhan
bangsa ini. Dan hemat saya, baiklah bagi kita untuk terus memperbaiki
diri dan mempersiapkan dengan sebaik mungkin apa saja yang diperlukan
untuk hari depan. Dan bila seandainya terjadi kehancuran sebagaimana
fase kelima di atas, maka insyaAllah kita akan siap
menghadapinya. Namun jika itu semua tidak terjadi, maka tentulah kita
sudah menjadi seorang pribadi yang lebih baik dari sekarang. Yang
pastinya akan mendatangkan manfaat dan kebaikan bagi kita sendiri di dua
dunia.
Hanya Allah SWT lah yang berkuasa atas segala peristiwa dan kejadian.
Baik yang telah, sedang dan akan terjadi kemudian. Tugas kita hanyalah
patuh dan selalu berserah diri kepada-Nya.
0 comment:
Post a Comment