Sebelumnya, ada sejumlah spekulasi soal kenapa pesawat turun dari ketinggian 10.000 ke 6.000 kaki dan lalu menabrak tebing curang Gunung Salak hingga hancur berkeping. Faktor manusia, alam, atau kondisi pesawat.
Kini, dugaan baru muncul. Agen intelijen militer Rusia (GRU) sedang menyelidiki dugaan Militer Amerika Serikat terlibat dalam kecelakaan tersebut.
Mengutip sumber anonim GRU, tabloid terkemuka Rusia, Komsomolskaya Pravda mengungkapkan, ada dugaan intervensi dari pangkalan AS dekat Jakarta menyebabkan peralatan di dalam pesawat tak bisa dikendalikan.
"Kami tahu AS memiliki peralatan khusus yang bisa memotong komunikasi dari pesawat atau mengintervensi parameter di pesawat. Misalnya, pesawat terbang pada ketinggian tertentu, namun karena intervensi, peralatan pesawat menunjukkan parameter lain," kata sumber, seperti dimuat situs The Moskow Times.
Sukhoi yang dipiloti Alexandr Yablontsev menghilang dari layar radar setelah pilot meminta izin turun -- sebuah manuver berbahaya di kawasan pegunungan.
Klaim keterlibatan militer AS itu mengikuti spekulasi yang berkembang sebelumnya, bahwa kecelakaan itu adalah sabotase industri. "Pertanyaan utama, mengapa petugas air traffic control mengotorisasi permintaan itu?," tanya sumber itu. "Mungkin dia tak tahu pesawat sedang mengarah ke gunung. Di sisi lain, kami tidak mengenyampingkan kemungkinan ini adalah sabotase yang disengaja untuk menyingkirkan pesawat SSJ-100 dari pasar." Jangan cari kambing hitam
Banyak ahli penerbangan Rusia menolak teori sabotase, meski mereka mengakui ada banyak misteri yang harus dikuak, tentang bagaimana pesawat paling modern dan anyar yang dibuat Rusia, yang semua sistemnya diklaim berfungsi sempurna, berakhir tragis, menabrak gunung saat demo terbang.
Namun, apapun teorinya, harus dibuktikan secara ilmiah berdasarkan fakta. "Semua teori yang dikemukakan saat ini cacat, kurang bukti, dan ada terlalu banyak rumor," kata Roman Gusarov, pengamat penerbangan Rusia sekaligus editor Avia.ru, seperti dimuat situs Christian Science Monitor.
Gusarov mengakui, cara pabrik Sukhoi mengatasi informasi terkait bencana di Indonesia sangat buruk. "Bahkan sejak awal, mereka mengembangkan pesawat, seolah-olah itu adalah jet tempur rahasia ketimbang pesawat sipil," kata Gusarov. Menurut dia, mencari kambing hitam seakan ada kekuatan eksternal yang memicu tragedi, adalah tak bijak.
Sementara, pakar penerbangan Rusia lain, Oleg Pantaleyev mengatakan, belum ada bukti kuat menuduh AS melakukan sabotase untuk merusak pasar SSJ-100.
Apalagi, AS tak memproduksi pesawat sejenis. Bahkan, sejumlah perusahaan pesawat asing, termasuk Boeing ikut membantu pengembangan SSJ-100.
"Investigasi kecelakaan sulit dilakukan karena bagian dari kotak hitam belum ditemukan. Medan yang sulit membuat pencarian sangat berat," kata dia. "Dibutuhkan waktu untuk membuktikan kasus yang penuh kompleksitas ini, jangan berharap sekonyong-konyong ada kesimpulan."
Belum ada tanggapan dari pihak AS soal tudingan itu. Namun, ini bukan kali pertamanya Rusia menuduh AS melakukan sabotase.
Oktober lalu, misalnya, pejabat Badan Antariksa Rusia (Roskosmos), Vladimir Popovkin menuduh, "kekuatan radar AS" di Alaska jadi penyebab atas kegagalan satelit Phobos Grunt.
Pesawat yang dirancang untuk menunjukkan kedigdayaan Rusia dalam penjelajahan angkasa luar, dalam misi menuju satelit Mars, justru berakhir tragis. Gagal terbang saat diluncurkan 9 November 2011 lalu.