Chris Murphy
Tawon monster Garuda yang ditemukan di Sulawesi.
Pakar hukum Universitas Padjadjaran, Miranda Risang Ayu, mengungkapkan, salah satu celah kecolongan sumber daya genetik terbesar adalah dari sektor pariwisata.
"Banyak turis datang ke Indonesia. Mereka banyak yang turis pintar tapi berlagak bodoh. Banyak dari mereka yang postdoc," ungkap Miranda.
Menurut Miranda, banyak peneliti asing memanfaatkan izin menjadi turis untuk mengambil sampel hayati Indonesia kemudian membawanya ke negeri asalnya.
"Selain itu, yang juga masih besar bolongnya adalah dari perguruan tinggi di daerah," kata Risang dalam diskusi "Perkembangan Ratifikasi Protokol Nagoya di Jakarta, Selasa (5/2/2013).
Miranda menuturkan, banyak perguruan tinggi yang menyambut baik kedatangan peneliti asing dan tanpa sadar membiarkan praktek pencurian keragaman hayati.
"Ada satu kasus dimana data sumber daya genetik dalam CD diberikan dan gantinya adalah komputer yang di kantor-kantor New York sudah tidak dipakai," ungkap Risang.
Indoensia, kata Miranda, perlu membangun perlindungan sumber daya genetiknya. Salah satu caranya adalah membangun kesadaran masyarakat bahwa sumber daya alamnya berharga.
"Contoh, ada screening ethics bagi peneliti asing. Ini kalau di luar negeri ada, di Indonesia tidak ada," katanya.
Indonesia juga perlu kritis terhadap beasiswa-beasiswa dari perguruan tinggi asing, terutama dalam bidang yang terkait riset sumber daya alam.
"Banyak yang hasilnya sudah dipatenkan sebelum yang meneliti belum menjadi doktor. Ini baru soal paten, belum soal komersialisasi," jelasnya.
0 comment:
Post a Comment