Sahabat
kami pernah bercerita pada suatu waktu, sebut saja namanya Laras,
mengenai pengalamannya bersama sang ibu. Bisa dikatakan, Laras memiliki
hubungan yang tidak terlalu dekat dengan ibunya. Laras memiliki
keluarga yang utuh, sejak kecil selalu tinggal bersama, tetapi dia
sering mengatakan bahwa hubungannya dengan sang ibu tidak terlalu dekat.
Hingga
tiba saatnya Laras telah selesai menempuh program pertukaran mahasiswa
di Amerika Serikat selama tiga bulan. Sahabat kami ini tinggal di
salah satu keluarga asing yang telah ditetapkan kampusnya (biasanya
beberapa keluarga di Amerika Serikat bersedia menerima mahasiswa dari
negara asing sebagai bagian dari keluarga mereka secara cuma-cuma).
Di
sana, sahabat kami diterima dengan baik oleh keluarga barunya. Terlalu
betah dengan keluarga baru dan lingkungan yang baru, Laras hanya
sesekali menelepon keluarganya, termasuk ibunya. Dia hanya menelepon
sebulan sekali, itupun hanya basa-basi menanyakan kabar dan tidak pernah
lebih dari lima menit. Selebihnya, sang ibu tidak pernah menelepon
balik, biaya menelepon cukup mahal bagi keluarganya, sehingga
satu-satunya kabar adalah dari telepon yang selalu ditunggu sang ibu.
Pada
suatu malam, saat masa perkuliahan selesai, Laras mengucapkan terima
kasih pada keluarga barunya yang sebenarnya orang asing dan bukan
siapa-siapa.
"Terima
kasih Anda menerima saya dengan baik di sini selama beberapa bulan,
terima kasih sudah memberi saya makanan yang lezat dan menyediakan
kamar yang nyaman. Saya bahkan tidak pernah senyaman ini, padahal Anda
adalah orang asing bagi saya," ujar sahabat kami ketika itu.
Lalu
orang tua angkat Laras itu mengatakan, "Tidak nak.. apa yang kami
berikan ini tidak ada apa-apanya dibandingkan apa yang sudah diberikan
keluargamu. Kami hanya memberimu tumpangan selama tiga bulan, tetapi
ibumu perlu sembilan bulan dan bertahun-tahun untuk menyedihkan rumah
yang sesungguhnya. Kami hanya memberimu makan selama tiga bulan, perlu
lebih dari waktu itu yang dibutuhkan ibumu untuk memberi ASI dan
menyiapkan makanan untukmu selama bertahun-tahun,"
Saat itu, Laras tersentak.
"Kami
hanya berbuat baik sebentar saja padamu, dan kamu sudah begitu
terharu. Kami harap kamu sudah berterima kasih pada keluargamu di
Indonesia, dan pada ibumu,"
Mata
Laras berkaca-kaca saat dia menceritakan bagian ini. Dia mengatakan
bahwa ada penyesalan yang sangat dalam karena selama ini dia terlalu
cuek pada keluarganya, terutama pada ibunya. Dia tidak pernah
menganggap masakan yang selalu dibuat oleh ibunya adalah sesuatu yang
sangat berharga. Dia selama ini lupa bahwa ada doa yang mengiringinya
setiap waktu, yang selalu keluar dari hati dan bibir ibunya.
Sejak
kejadian itu, Laras tidak pernah lagi absen menanyakan kabar ibunya
setiap hari. Dia menjadi lebih terbuka dan mau mendengar keluh kesah
ibunya. Dan lebih dari itu, Laras menyampaikan kisah ini agar Anda
tidak melakukan kesalahan yang sama.
Selalu ada cinta dan doa dari ibu yang tidak akan habis dimakan waktu. Sudahkah Anda berterima kasih?
0 comment:
Post a Comment