Thursday, 12 July 2012

Cinta Seorang Ibu Tak Habis Dimakan Waktu

Sahabat kami pernah bercerita pada suatu waktu, sebut saja namanya Laras, mengenai pengalamannya bersama sang ibu. Bisa dikatakan, Laras memiliki hubungan yang tidak terlalu dekat dengan ibunya. Laras memiliki keluarga yang utuh, sejak kecil selalu tinggal bersama, tetapi dia sering mengatakan bahwa hubungannya dengan sang ibu tidak terlalu dekat.

Hingga tiba saatnya Laras telah selesai menempuh program pertukaran mahasiswa di Amerika Serikat selama tiga bulan. Sahabat kami ini tinggal di salah satu keluarga asing yang telah ditetapkan kampusnya (biasanya beberapa keluarga di Amerika Serikat bersedia menerima mahasiswa dari negara asing sebagai bagian dari keluarga mereka secara cuma-cuma).

Di sana, sahabat kami diterima dengan baik oleh keluarga barunya. Terlalu betah dengan keluarga baru dan lingkungan yang baru, Laras hanya sesekali menelepon keluarganya, termasuk ibunya. Dia hanya menelepon sebulan sekali, itupun hanya basa-basi menanyakan kabar dan tidak pernah lebih dari lima menit. Selebihnya, sang ibu tidak pernah menelepon balik, biaya menelepon cukup mahal bagi keluarganya, sehingga satu-satunya kabar adalah dari telepon yang selalu ditunggu sang ibu.

Pada suatu malam, saat masa perkuliahan selesai, Laras mengucapkan terima kasih pada keluarga barunya yang sebenarnya orang asing dan bukan siapa-siapa.

"Terima kasih Anda menerima saya dengan baik di sini selama beberapa bulan, terima kasih sudah memberi saya makanan yang lezat dan menyediakan kamar yang nyaman. Saya bahkan tidak pernah senyaman ini, padahal Anda adalah orang asing bagi saya," ujar sahabat kami ketika itu.

Lalu orang tua angkat Laras itu mengatakan, "Tidak nak.. apa yang kami berikan ini tidak ada apa-apanya dibandingkan apa yang sudah diberikan keluargamu. Kami hanya memberimu tumpangan selama tiga bulan, tetapi ibumu perlu sembilan bulan dan bertahun-tahun untuk menyedihkan rumah yang sesungguhnya. Kami hanya memberimu makan selama tiga bulan, perlu lebih dari waktu itu yang dibutuhkan ibumu untuk memberi ASI dan menyiapkan makanan untukmu selama bertahun-tahun,"

Saat itu, Laras tersentak.

"Kami hanya berbuat baik sebentar saja padamu, dan kamu sudah begitu terharu. Kami harap kamu sudah berterima kasih pada keluargamu di Indonesia, dan pada ibumu,"

Mata Laras berkaca-kaca saat dia menceritakan bagian ini. Dia mengatakan bahwa ada penyesalan yang sangat dalam karena selama ini dia terlalu cuek pada keluarganya, terutama pada ibunya. Dia tidak pernah menganggap masakan yang selalu dibuat oleh ibunya adalah sesuatu yang sangat berharga. Dia selama ini lupa bahwa ada doa yang mengiringinya setiap waktu, yang selalu keluar dari hati dan bibir ibunya.

Sejak kejadian itu, Laras tidak pernah lagi absen menanyakan kabar ibunya setiap hari. Dia menjadi lebih terbuka dan mau mendengar keluh kesah ibunya. Dan lebih dari itu, Laras menyampaikan kisah ini agar Anda tidak melakukan kesalahan yang sama.

Selalu ada cinta dan doa dari ibu yang tidak akan habis dimakan waktu. Sudahkah Anda berterima kasih?

0 comment:

Post a Comment