Kalau pada beberapa saat yang lalu saya memposting tentang 7 Tips
Belajar Menyukai Matematika (terima kasih bagi temen2 yg sudah mau
baca), maka pada kesempatan kali ini saya akan mencoba menggali
alasan-alasan penyebab ketakutan anak terhadap pelajaran matematika
(terbalik ya, harusnya penyebab dulu baru solusi…gpp kan, mang dah
disengaja heheheh).
Apa
yang saya sampaikan ini bukan merupakan hasil riset formal yang
mendalam, akan tetapi didasarkan pada fakta menurut pengalaman empiris
yang saya alami sebagai seorang guru matematika dan tentunya sebagai
orang tua yang memiliki anak sebagai peserta didik disekolahnya.
Langsung saja ya, berikut 6 (enam) alasan anak tidak menyukai pelajaran matematika:
1. Gambaran yang menyeramkan tentang matematika, berakibat pada Fobia Matematika
Kalah sebelum bertanding, begitulah ungkapan yang mungkin pas. Atau
menyerah sebelum berusaha dengan susah payah (tentu kalian tidak mau kan
dibilang seperti ini…). Bayangan-bayangan atau informasi-informasi yang
tidak benar dari luar diri anak (bisa teman, kakak, orang tua, atau
bahkan guru dan lainnya) yang mencoba mendeskripsikan matematika sebagai
sesuatu yang rumit (berkaitan dengan angka-angka), turut memberikan
andil yang cukup signifikan bagi tumbuh suburnya phobia siswa pada
matematika sebelum mengenalnya/mempelajarinya. Hal ini akan membuat
siswa enggan untuk mengenal matematika dengan lebih baik (sekedar gugur
kewajiban kali ya….).
Ya, bukan hanya takut, tepatnya phobia (wah…sedikit serius ini…bergaya
ilmiah..hehehehe). Dalam kaca mata psikologis phobia adalah ketakutan
neurotik berupa reaksi-emosional berlebihan yang tidak sebanding dengan
rangsangan. Dengan kata lain penyebab rasa takut yang tidak obyektif dan
tidak sebanding dengan resiko jika menghadapi bahaya atau rangsangan
tersebut. Ketakutan seperti ini (Phobia) membuat seseorang melupakan
penyebab obyektif dari rasa takut itu sendiri. Ga lucu kan kalau kalian
takut sama ulat akan mengganggap mati jika melihat ulat. Begitulah
kira-kira phobia terhadap matematika. Matematika belum-belum sudah
dipandang sebagai sesuatu yang menakutkan sebelum kalian mengenal
matematika dengan baik.
Parahnya rasa takut terhadap pelajaran matematika (fobia matematika) ini
sering kali menghinggapi perasaan para siswa dari tingkat SD sampai
dengan
SMA bahkan hingga Perguruan Tinggi. Padahal, matematika itu bukan pelajaran yang sulit melainkan meyenangkan (bener kan....)
2. Bahasa penyampaian materi pelajaran yang sulit dimengerti
Penyajian materi pelajaran matematika dengan menggunakan bahasa yang
menarik dan mudah dimengerti, bisa dipastikan membantu seorang anak
menyukai matematika. Sebaliknya, pengunaan bahasa yang sulit dipahami,
berbelit-belit dan tidak sistematis akan membuat sang anak sulit
menerima “pesan” yang ingin disampaikan oleh guru.
Perasaan ingin dianggap ilmiah didepan siswa kadang menyebabkan guru
menggunakan kata-kata yang sulit dipahami oleh siswa saat menyajikan
materi. Ga hebat kan klu gaya berbahasa untuk mahasiswa dipakai saat
ngajar anak SMP? Seorang komunikator yang baik adalah salah satunya bisa
menyesuaikan gaya bahasa dengan audiencenya. Guru yang sukses bukan
guru yang pinter buat dirinya sendiri, tapi guru yang bisa memintarkan
murid-muridanya (kalian sepakat kan…). Kegagalan menangkap pesan yang
berulang-ulang berujung kepada ketidakmengertian, kejenuhan dan bosan.
3. Kelas yang menegangkan
Kelas yang menegangkan membuat beban tersendiri bagi siswa. Perasaan
tertekan dan takut akan menghambat penyerapan materi pelajaran oleh
siswa. Alih-alih menyerap materi, yang terjadi adalah siswa berharap
agar jam pelajaran cepat selesai dan merdeka…….Kelas yang demikian akan
“membenarkan” kesan menyeramkannya pelajaran matematika bagi anak. Kelas
rileks, sersan (serius tapi santai) harusnya menjadi pilihan guru dalam
mengajar.
4. Guru matematika yang “menyeramkan”
Tidak seram-pun, kadang-kadang murid menganggap kita seram ketika label
guru matematika melekat pada diri kita. Pemahaman arti wibawa yang
kurang tepat menjadikan wibawa jadi seram, yang menyebabkan ketakutan
bukan simpati. Hukuman yang sok feodal dengan terapi yang berorientasi
fisik dan tidak mendidik memberi efek jerak yang kurang konstruktif.
Kesan seram saja sudah membuat murid lari jadi apalagi benar-benar
seram.
5. Kurangnya penguasaan materi pelajaran matematika oleh guru
Bisa dibayangkan kalau seorang siswa bertanya pada gurunya tentang
materi pelajaran dan sang guru tidak bisa menjawab atau menjawab
seadanya, pasti siswa akan kecewa dan kepercayaannya kepada
intelektualitas sang guru menjadi berkurang. Kalau sudah demikian siswa
akan “menyepelekan” guru, dan payahnya bisa-bisa memicu ketidaksukaannya
pada pelajaran matematika. Ingat anak lebih percaya kepada guru
daripada orangtuanya.
6. Penyajian materi pelajaran yang kurang menarik
Penyajian materi berulang, tidak kreatif dan monoton menyebabkan
kebosanan yang jika berulang-ulang akan menjadi ketidaksukaan anak pada
pelajaran matematika. Komunikasi yang hanya searah dari guru ke siswa,
kurang mempertimbangkan keberadaan siswa/tidak melibatkan siswa selama
proses belajar mengajar membuat berkurangnya perghargaan guru kepada
siswa. Seharusnya seorang guru membuat siswa merasa berharga dengan
pelibatan dirinya secara aktif selama proses belajar mengajar.
Rendahnya kreatifitas guru dalam membuat soal (hanya mengacu pada buku
melulu) dan pemecahan soal yang tidak kreatif juga kurang menarik bagi
siswa dan pemicu kebosanan.
Disamping itu jauhnya jarak yang dibuat oleh guru antara matematika
dengan dunia keseharian anak akan membuat matematika seperti di
awang-awang dan teoritis yang membuat anak sulit memahami matematika.
Dalam menjelaskan dan membuat contoh soal buatlah matematika dekat
dengan keseharian anak.
Penekanan pada hal-hal yang dianggap penting dan pengulangan pada
bagian-bagian yang dianggap perlu harus menjadi perhatian bagi para guru
saat mengajar.
Nah, jangan ciptakan kesan matematika itu sulit, tapi mari mulai belajar menyukai matematika.....salam
Monday, 11 June 2012
6 Alasan Anak Tidak Menyukai Matematika
Monday, June 11, 2012
No comments
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comment:
Post a Comment